Jumat, 17 Oktober 2014

BUMI ABANG BUMI ADIK



NAMA Patani—dengan satu ‘t’, nama daerah itu ketika masih menjadi kerajaan Islam yang sekarang populer sebagai Pattani—mungkin belum terlalu akrab di telinga kaum Muslim Indonesia secara luas. Kita lebih sering mendengar dan mengenal Palestina, Chechnya, Moro, Afghanistan, Pakistan, Somalia atau sederet nama-nama negeri Muslim di jazirah Arab yang sering berkonflik. Memang tidak banyak media massa menyebut dan mengekspos peristiwa-peristiwa yang dialami kaum Muslim di Patani dalam laporan atau liputan mereka. Padahal, kejadian-kejadian di Patani, tak jauh berbeda dengan yang ada di belahan bumi Muslim lainnya yang tengah dilanda konflik melawan pemerintah kafir yang menguasai mereka.
Paling tidak, sudah dua ratusan tahun lebih Muslim Patani mengalami penindasan. Tanah mereka direbut oleh penjajah Siam (Thailand), dan kini mereka hidup penuh konflik di wilayah selatan Thailand. Di negeri itu, kaum Muslim memang terhitung minoritas. Berbagai perlakuan buruk mereka terima. Hak-hak kemanusiaan mereka dikungkung. Mereka dicabut dari akar budayanya dan dijauhkan dari agamanya. Mengalami pembunuhan, diancam dengan penculikan, dibatasi semua hak manusianya.
Perjuang Hapus Derita
Perlakuan pemerintah Thailand terhadap Muslim Patani memang buruk. Misalnya saja, mereka diberondong peluru ketika sedang melaksanakan shalat berjamaah di masjid. ‘Pembunuhan’ mereka tak hanya dilakukan secara fisik, namun hampir ke semua aspek kehidupan, seperti pendidikan, sosial, sejarah, dan budaya. Penutupan berbagai pondok pesantren, melakukan asimilasi kebudayaan Siam ke tubuh Patani, penghapusan hukum pernikahan dan waris islami dalam permasalahan hukum. Mereka diharamkan untuk menyimpan buku-buku sejarah Patani. Kesadaran historis mereka dilenyapkan oleh tangan besi pemerintah dan militer Thailand yang sangat khawatir kalau warga Muslim ini sadar bahwa mereka adalah orang-orang Melayu, dan bukan orang Thailand.
They are our brothers!
Kaum Muslim dilarang keras berbicara dalam bahasa Melayu. Semua hal harus serba Thailand. Mulai bahasa sehari-hari, bahasa instruksi di sekolah-sekolah, dan nama-nama mereka. Pemerintah memaksakan pemakaian bahasa Siam, bahasa kerajaan Thailand, yang juga merupakan bahasa yang lekat dengan nilai-nilai ajaran Budha. Selain masalah bahasa dan sejarah, kaum Muslim juga dikondisikan dalam keadaan selalu mencekam. Di setiap sudut jalan, selalu ada tentara berseragam militer lengkap dengan senjata otomatisnya.
Sedemikian menderita kehidupan Muslim Patani yang sewaktu-waktu selalu terancam bahaya. Kuasa media pemerintah membuat konflik yang terjadi seakan hanya konflik internal Thailand. Bukannya konflik ideologi syirik Budha dengan Islam. Sehingga, perhatian kaum Muslim dunia pun tak sebesar perhatian mereka kepada Palestina atau negeri lain yang sering terekspos. Namun demikian, mereka tetap mengobarkan spirit jihad untuk lepas dari penindasan itu.

Sebenarnya, perjuangan mereka adalah bagian dari perjuangan kaum Muslim internasional juga. Mereka adalah satu kesatuan dengan kaum Muslim dunia. Bahkan, mereka menganggap jihad Patani tak lepas dari cita-cita pembebasan Al-Aqsha di Palestina.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar