Sejak dari tahun 1875 M, policy bagi pemerintah siam berterus menindas segala aspek kehidupan masyarakat Patani, yang dampak sangat jelas dan nyata adalah penindasan dalam bidang pendidikan, dalam selama ini tidak ada perkembangan dan wawasan dalam pola berfikir bagi anak muda pada era zaman kemajuan, justeru kebalikan dengan mebodohi anak muda, yang lebih dahsyat adalah policy benyebarkan dadah atau nakoba bagi anak muda yang di anggap sebagai tulang belakang bangsa dan negara, kini sudah menjadi bubur, seandainya ! kita berdiam dan bisu tak mau merubah nasib kita sendiri, pertanyaan, siapa lagi? yang mau menerusan perjuangan ini, ayam betina juga pada tidak mau membiarkan anak di tindas dan diannyanya, kita sebagai manusia yang mempunya citra rasa bisa hanya cukup berdiam
(dari Mahasiswa Merantau)
Kamis, 30 Agustus 2012
Senin, 27 Agustus 2012
Rahasia Pejuang Sebalik Tabir
Rahasia ini
memang tidak selalu gampang kita di teliti, secara umum manusia sejak semula
jadi selalu tidak bisa terlepas dari
perjuangan untuk bertahan hidup dalam alam semesta ini, beberapa cubaan dan
rintangan yang di hadapi untuk menuju keberhasilan, proses kehidupan sebagai makhluk
yang di utuskan ke alam buana ini.
Tetapi yang
saya ungkapkan di sini khususnya kepada perjuangan pembebasan dan menegakan keadilan ( fithting
for freedam ) sebagai fitrah semula jadinya manusia dalam keadaan bebas,
nah! contohnya “ ketika hak-hak seseorang di rampas, otomatisnya kita akan
bertahan sekuat mampu untuk bisa mempertahankan haknya ”.
Tokoh yang
kita bisa contohi salah satu adalah Nabi Muhammad sws. Baliau adalah seorang
manusia, yang di anugrahkan keistimewaan lebih dari manusia biasa, sedangkan, Baliau
sebagai seorang anak yatim, fakir dan lagi miskin, tetapi dalam perjuangan
Baliau mampu menempuhi berbagai masalah. Baliau mengalami suka dalam keadaan
deritaan kaya dalam keadaan papa kuat hebat dalam keadaan lelah. Yang di namakan perjuangan harus
dilalui oleh seribu satu cobaan, peris pahit langkah menuju kemenangan dan
seribu hikmah akan selalu di temani.
Juga sahabat
Al-Rasyidin, mereka sering kali ditimpa masalah tidak terhingga, kehinaan
selalu menduga kerisis perbedaan sering kali biasa, namun mereka tetap
menjalakan dengan lapangkan dadanya kepentingan atau kemaslahatan umat lebeh
utama, pertanyaan apa yang menjadi kekuatan mereka sehingga bisa mengharungi
lautan yang penuh dengan gelumbang angin
rebut ?. tak lain tak bukan adalah mereka mempunyai keimanan ketaqwaan yang
kokoh dan kesabaran yang mendalam.
Satu
lagi adalah Abu Bakar Al-Basyir, mereka pernah menjadi imam solat di Masjid
Al-Haram Mekah, pemimpin imam solat umat Islam ketika musem haji di Mekah,
cukup bangga diri sebagai salah satu pimpinan islam.
Sebaliknya
dia merasa tidak puas selagi mana umat islam Busynia pada masa itu di zalimi di
anyayai oleh kafir, sebagai imam solat di mekah, dia tak ingin lagi
memperlihatkan kesengsaraan itu, langsung menuju kemedan perjuangan sebagai
harimau padang pasir. Apa yang dia bayangkan pada waktu itu untuk apa dia
lakukan. Jawabannya sama, dia manjalankah apa yang menjadi perintah dan
tanggung jawaban sebagai umat islam yang tidak inginkan umat islam dizalimi
oleh kaum kafir.
Demikian
juga seorang kaya mewah jabatan tinggi sehingga terkenal dalam masyarakat Arab,
dia adalah, Usamah bin Ladin dia adalah sosok pejuang yang hebat salah satunya,
beberapa harta kekayaan di curahkan kepada perjuangan umat islam. Untuk apa
harta tersebut di kasih dengan tidak ada keutungan baliknya?.
(Dari Mahasiswa Rantau )
Tradisi Intelektual Islam Melayu-Patani
Pembahasan tentang Dunia Melayu
secara keseluruhan, tidak mungkin tanpa menyertakan wilayah Patani sebagai salah
satu bagian di dalamnya. Secara historis, wilayah Patani sejak awal telah
memiliki keterkaitan dengan dunia Melayu, baik dalam bidang sosial, politik,
perdagangan, maupun kesusastraan dan budaya.
Patani, yang secara geografis terletak di pesisir timur wilayah Thailand Selatan ini, sebelumnya pernah menjadi salah satu pusat kerajaan Melayu, dan hingga kini, sisa-sisa kejayaannya tersebut masih tampak, terutama karena komunitas Muslim Melayu di Patani masih menggunakan bahasa Melayu dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Penggunaan bahasa Melayu ini tampaknya bukan karena mereka tidak menguasai bahasa Thai, tetapi lebih merupakan upaya perumusan identitas etnis dan agama, karena bagi mereka, bahasa Melayu tidak sekadar berfungsi sebagai bahasa ibu (mother tongue) belaka, lebih dari itu, bahasa Melayu adalah juga identitas keberagamaan.
Dalam hal ini, menjadi Melayu berarti menjadi seorang Muslim, karena bahasa Melayu sangat erat terkait dengan Islam dan berbagai warisan budayanya. Inilah, antara lain, yang membedakan secara mencolok Muslim Melayu-Patani dengan komunitas Thai lainnya, baik dalam hal bahasa, adat istiadat, agama, maupun pola pikir mereka.
Kini, Patani merupakan salah satu dari empat provinsi paling selatan di Thailand, selain Yala, Narathiwat, dan Satun. Sejak awal, keempat provinsi ini memang merupakan basis penting komunitas Melayu yang hampir seluruhnya beragama Islam.
Patani sendiri pernah menjadi salah satu pusat pendidikan Islam, dan—dalam konteks dunia Muslim Melayu—bahkan pernah dijuluki sebagai cradle of Islam. Sebutan ini tampaknya tidak terlalu berlebihan jika melihat kenyataan bahwa sejak paruh pertama abad 18 hingga awal abad 19, Patani telah melahirkan beberapa ulama mumpuni dan produktif semisal Syaikh Dawud al-Fattani dan Syaikh Ahmad al-Fattani. Di antara para ulama Melayu, Syaikh Dawud al-Fattani bahkan pernah dianggap sebagai “the most productive author of Kitab Jawi in the nineteenth century”. Ia telah menghasilkan sedikitnya 66 kitab berbobot di berbagai bidang keislaman.
Berkaitan dengan keberadaannya sebagai pusat kebudayaan Islam-Melayu, Patani menjadi rujukan masyarakat Muslim Melayu untuk memperoleh pendidikan dasar keislaman sebelum mereka melanjutkan menimba ilmu di lembaga-lembaga pendidikan di Timur Tengah, khususnya di Haramayn: Makkah dan Madinah.
Murid-murid yang datang untuk belajar di Patani pun berasal dari berbagai belahan Dunia Melayu, termasuk Melayu-Indonesia. Di antara ulama Melayu-Indonesia yang pernah menempuh pendidikan dasarnya di beberapa lembaga pendidikan tradisional (pondok) di Patani adalah Syaikh Abdussamad al-Palimbani, seorang ulama yang paling produktif dan paling terkemuka dari Palembang. Di Patani inilah sesungguhnya al-Palimbani memperoleh “modal awal” untuk menjadi seorang pengarang dan penerjemah kitab di dunia Melayu.
Dalam konteks pendidikan ini, Patani sesungguhnya memiliki budaya dan karakter yang unik, baik yang berkaitan dengan masyarakat maupun institusinya. Seperti halnya di wilayah Melayu-Nusantara lain, semisal Indonesia, Patani melahirkan banyak institusi pendidikan tradisional yang disebut pondok, dengan “tok guru” (Jawa: Kiai) sebagai pemimpin spiritualnya.
Melalui insitusi pondok ini, Patani berhasil menarik perhatian kelompok Muslim di wilayah lain untuk datang dan belajar agama di sana. Akhirnya, melalui proses belajar-mengajar di pondok yang berlangsung secara simultan inilah, Patani kemudian menjadi salah satu early center of Islam, atau, seperti telah dikemukakan, sebagai cradle of Islam in Southeast Asia. Kita bisa menyebut beberapa pondok yang beberapa di antaranya masih dapat dijumpai hingga kini, yakni Pondok Dalo, Pondok Semla, Pondok Bermin, Pondok Mango, dan beberapa pondok lain yang namanya selalu dihubungkan dengan “tok guru”nya masing-masing.
Print This Page
Patani, yang secara geografis terletak di pesisir timur wilayah Thailand Selatan ini, sebelumnya pernah menjadi salah satu pusat kerajaan Melayu, dan hingga kini, sisa-sisa kejayaannya tersebut masih tampak, terutama karena komunitas Muslim Melayu di Patani masih menggunakan bahasa Melayu dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Penggunaan bahasa Melayu ini tampaknya bukan karena mereka tidak menguasai bahasa Thai, tetapi lebih merupakan upaya perumusan identitas etnis dan agama, karena bagi mereka, bahasa Melayu tidak sekadar berfungsi sebagai bahasa ibu (mother tongue) belaka, lebih dari itu, bahasa Melayu adalah juga identitas keberagamaan.
Dalam hal ini, menjadi Melayu berarti menjadi seorang Muslim, karena bahasa Melayu sangat erat terkait dengan Islam dan berbagai warisan budayanya. Inilah, antara lain, yang membedakan secara mencolok Muslim Melayu-Patani dengan komunitas Thai lainnya, baik dalam hal bahasa, adat istiadat, agama, maupun pola pikir mereka.
Kini, Patani merupakan salah satu dari empat provinsi paling selatan di Thailand, selain Yala, Narathiwat, dan Satun. Sejak awal, keempat provinsi ini memang merupakan basis penting komunitas Melayu yang hampir seluruhnya beragama Islam.
Patani sendiri pernah menjadi salah satu pusat pendidikan Islam, dan—dalam konteks dunia Muslim Melayu—bahkan pernah dijuluki sebagai cradle of Islam. Sebutan ini tampaknya tidak terlalu berlebihan jika melihat kenyataan bahwa sejak paruh pertama abad 18 hingga awal abad 19, Patani telah melahirkan beberapa ulama mumpuni dan produktif semisal Syaikh Dawud al-Fattani dan Syaikh Ahmad al-Fattani. Di antara para ulama Melayu, Syaikh Dawud al-Fattani bahkan pernah dianggap sebagai “the most productive author of Kitab Jawi in the nineteenth century”. Ia telah menghasilkan sedikitnya 66 kitab berbobot di berbagai bidang keislaman.
Berkaitan dengan keberadaannya sebagai pusat kebudayaan Islam-Melayu, Patani menjadi rujukan masyarakat Muslim Melayu untuk memperoleh pendidikan dasar keislaman sebelum mereka melanjutkan menimba ilmu di lembaga-lembaga pendidikan di Timur Tengah, khususnya di Haramayn: Makkah dan Madinah.
Murid-murid yang datang untuk belajar di Patani pun berasal dari berbagai belahan Dunia Melayu, termasuk Melayu-Indonesia. Di antara ulama Melayu-Indonesia yang pernah menempuh pendidikan dasarnya di beberapa lembaga pendidikan tradisional (pondok) di Patani adalah Syaikh Abdussamad al-Palimbani, seorang ulama yang paling produktif dan paling terkemuka dari Palembang. Di Patani inilah sesungguhnya al-Palimbani memperoleh “modal awal” untuk menjadi seorang pengarang dan penerjemah kitab di dunia Melayu.
Dalam konteks pendidikan ini, Patani sesungguhnya memiliki budaya dan karakter yang unik, baik yang berkaitan dengan masyarakat maupun institusinya. Seperti halnya di wilayah Melayu-Nusantara lain, semisal Indonesia, Patani melahirkan banyak institusi pendidikan tradisional yang disebut pondok, dengan “tok guru” (Jawa: Kiai) sebagai pemimpin spiritualnya.
Melalui insitusi pondok ini, Patani berhasil menarik perhatian kelompok Muslim di wilayah lain untuk datang dan belajar agama di sana. Akhirnya, melalui proses belajar-mengajar di pondok yang berlangsung secara simultan inilah, Patani kemudian menjadi salah satu early center of Islam, atau, seperti telah dikemukakan, sebagai cradle of Islam in Southeast Asia. Kita bisa menyebut beberapa pondok yang beberapa di antaranya masih dapat dijumpai hingga kini, yakni Pondok Dalo, Pondok Semla, Pondok Bermin, Pondok Mango, dan beberapa pondok lain yang namanya selalu dihubungkan dengan “tok guru”nya masing-masing.
Print This Page
free patani
Menghayatilah apa yang di ceritakan dalam VDO ini, supaya ambil iktibar bersama untuk membangun semangat jiwa api Nasionalis yang takakan selama di padam.
Hikmah Mati Syahid
Allah memberikan tujuh keutamaan kepada orang yang mati syahid
1. bau darah seperti aruma misk, demi zat jiwaku di tangannya, tidaklah seorang Allah lebih tahu siapa yang dilukai di jalan Allah, dan Allah lebih tahu siapa yang di lukai di jalannya melaikan dia tangan di hari kiamat berwarna merah darah, sedangkan baunya bau misk.( Bukhari dan Muslim )
2 tetesan darahnya merupakan salah satu tetesan yang paling di cintai oleh Allah tidak ada sesuatu yang di cinta Allah dari pada dua tetesan atau dua macam bekas, tetesan air mata kerana takut kepada Allah dan tetesan darah yang tertempo di jalan Allah dan adapun bekas itu adalah bekas berjihad di jalan Allahdan bekas penunaian kewajiban dari kewajiban-kewajiban Allah ( Al-Tarmizi )
3. ingin di kembalikan lagi kedunia untuk mati syahid
4. di tempatkan di syurga Firdaw yang tertinggi.
5. Arwah Syuhadad di tempatkan di tembolok burung hijau.
6. orang yang mati syahid itu hidup
7. Syahid itu tidak merasa sakitnya pembunuhan " orang yang mati Syahid tidak merasa kesakitan pembunuhan kecewali sebagai mana seorang di antara kelian merasakan sakitnya cubitan (Ahmad dan Al-Tarmizi
1. bau darah seperti aruma misk, demi zat jiwaku di tangannya, tidaklah seorang Allah lebih tahu siapa yang dilukai di jalan Allah, dan Allah lebih tahu siapa yang di lukai di jalannya melaikan dia tangan di hari kiamat berwarna merah darah, sedangkan baunya bau misk.( Bukhari dan Muslim )
2 tetesan darahnya merupakan salah satu tetesan yang paling di cintai oleh Allah tidak ada sesuatu yang di cinta Allah dari pada dua tetesan atau dua macam bekas, tetesan air mata kerana takut kepada Allah dan tetesan darah yang tertempo di jalan Allah dan adapun bekas itu adalah bekas berjihad di jalan Allahdan bekas penunaian kewajiban dari kewajiban-kewajiban Allah ( Al-Tarmizi )
3. ingin di kembalikan lagi kedunia untuk mati syahid
4. di tempatkan di syurga Firdaw yang tertinggi.
5. Arwah Syuhadad di tempatkan di tembolok burung hijau.
6. orang yang mati syahid itu hidup
7. Syahid itu tidak merasa sakitnya pembunuhan " orang yang mati Syahid tidak merasa kesakitan pembunuhan kecewali sebagai mana seorang di antara kelian merasakan sakitnya cubitan (Ahmad dan Al-Tarmizi
Langganan:
Postingan (Atom)